Kamis, 19 Juni 2014

tugas



Politik Dan Strategi Nasional 
    
I.      Pengertian Politik, Negara, Kekuasaan, Pengambil Keputusan, Kebijakan Umum ,       Distribusi Kekuasaan.
Perkataan politik berasal dari bahasa Yunani yaitu Polistaia, Polis berarti kesatuan masyarakat yang mengurus diri sendiri/berdiri sendiri (negara), sedangkan taia berarti urusan. Dari segi kepentingan penggunaan, kata politik mempunyai arti yang berbeda-beda. Beberapa arti politik dari segi kepentingan penggunaan, yaitu :
  •   Dalam arti kepentingan umum (politics).
Politik dalam arti kepentingan umum atau segala usaha untuk kepentingan umum, baik yang berada dibawah kekuasaan negara di pusat maupun di daerah. Politik(politics) artinya suatu rangkaian asas/prinsip, keadaan serta jalan, cara dan alat yang akan digunakan untuk mencapain keadaan yang diinginkan. 
  •    Dalam arti kebijaksanaan (policy).
Politik adalah penggunaan pertimbangan-pertimbangan tertentu yang dianggap lebih menjamin terlaksananya suatu usaha, cita-cita atau keadaan yang dikehendaki. Titik beratnya adalah proses pertimbangan, menjamin terlaksananya suatu usaha dan pencapaian cita-cita. Jadi politik adalah tindakan dari suatu kelompok individu mengenai suatu masalah dari masyarakat atau negara.
1.      Negara
Suatu organisasi dalam suatu wilayah yang punya kekuasaan tertinggi yang ditaati oleh rakyatnya. 
2.      Kekuasaan
Kemampuan seseorang/kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku orang/kelompok lain sesuai keinginannya. 
3.       Pengambil keputusan
Politik adalah pengambil keputusan melalui saranan umum, keputusan yang diambil melalui sektor publik dari suatu negara.  
4.      Kebijakan umum
Suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh seseorang/kelompok politik dalam memilih tujuan atau cara mencapai tujuan. 
5.      Distribusi
Adalah pembagian dan pengalokasian nilai-nilai (values) dalam masyarakat. Nilai adalah sesuatu yang diinginkan dan penting, nilai harus dibagi secara adil. Politik membicarakan bagaimana pembagian dan pengalokasian nilai-nilai secara mengikat

II.          Pengertian Strategi , Politik , dan Strategi Nasional.
  • Strategi berasal dari bahasa yunani yaitu strategia yang berarti the art of the general (seni seorang panglima yang biasa digunakan dalam peperangan).      
    Karl Von Clausewitz mengatakan bahwa Strategi adalah pengetahuan tentang penggunaan pertempuran untuk memenangkan peperangan sedangkan perang adalah kelanjutan dari politik. Dalam masa modern dan globalisasi, pemakaian kata strategi sudah tidak terbatas pada konsep atau seni seorang panglima dalam berperang, tetapi sudah digunakan secara luas termasuk di dalam ilmu ekonomi ataupun olahraga. Sedangkan dalam pengertian umum Strategi adalah cara untuk mendapatkan kemenangan untuk suatu tujuan.
  •  Politik Nasional ialah suatu kebijakan umum dan pengambilan kebijakan untuk menggapai suatu cita-cita dan tujuan nasional.
  •  Strategi Nasional ialah cara melaksanakan politik nasional dalam menggapai sasaran dan tujuan yang ditetapkan oleh politik nasional. Strategi Nasional disusun untuk melaksanakan politik nasional, contohnya Strategi jangka pendek,jangka menengah dan juga jangka panjang.  
III.          Dasar Pemikiran Penyusunan Politik dan Strategi Nasional.

Dasar pemikiran dalam penyusunan politik dan strategi nasional harus memahami pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam sistem ideologi Pancasila, UUD 1945, Wawasan Nusantara, dan Ketahanan Nasional.Landasan pemikiran dalam sistem ideologi ini sangat penting sebagai kerangka acuan dalam penyusunan politik dan strategi nasional,karena didalamnya terkandung dasar negara, cita-cita, tujuan nasional, dan konsep strategis bangsa Indonesia.

IV.          Penyusunan Politik Strategi Nasional
 Penyusunan Politik Strategi Nasional
Politik dan strategi nasional yang telah berlangsung selama ini disusun berdasarkan sistem kenegaraaan menurut UUD 1945. sejak tahun 1985 telah berkembang pendapat yang mengatakan bahwa jajaran pemerintah dan lembaga-lembaga yang tersebut dalam UUD 1945 merupakan “suprastruktur politik”. Lebaga-lembaga tersebut adalah MPR, DPR, Presiden, DPA, BPK, MA. Sedangkan badan-badan yang ada dalam masyarakat disebut sebagai “infrastruktur politik”, yang mencakup pranata politik yang ada dalam masyarakat, seperti partai politik, organisasi kemasyarakatan, media massa, kelompok kepentingan (interest group), dan kelompok penekan (pressure group). Suprastruktur dan infrastruktur politik harus dapat bekerja sama dan memiliki kekuatan yang seimbang.
Mekanisme penyusunan politik dan strategi nasional di itngkat suprastruktur politik diatur oleh presiden/mandataris MPR. Sedangkan proses penyusunan politik dan strategi nasional di tingkat suprastruktur politk dilakukan setelah presiden menerima GBHN.
Strategi nasional dilaksanakan oleh para menteri dan pimpinan lembaga pemerintah non departemen berdasarkan petunjuk presiden, yang dilaksanakan oleh presiden sesungguhnya merupakan politik dan strategi nasional yang bersifat pelaksanaan.
V.          Stratifikasi Politik Nasional.

Stratifikasi politik nasional dalam negara Republik Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Tingkat penentu kebijakan puncak
Meliputi kebijakan tertinggi yang menyeluruh secara nasional dan mencakup penentuan undang-undang dasar. Menitik beratkan pada masalah makro politik bangsa dan negara untuk merumuskan idaman nasional berdasarkan falsafah Pancasila dan UUD 1945. Kebijakan tingkat puncak dilakukan oleh MPR. Dalam hal dan keadaan yang menyangkut kekuasaan kepala negara seperti tercantum pada pasal 10 sampai 15 UUD 1945, tingkat penentu kebijakan puncak termasuk kewenangan Presiden sebagai kepala negara. Bentuk hukum dari kebijakan nasional yang ditentukan oleh kepala negara dapat berupa dekrit, peraturan atau piagam kepala negara.
2. Tingkat kebijakan umum
Merupakan tingkat kebijakan di bawah tingkat kebijakan puncak, yang lingkupnya menyeluruh nasional dan berisi mengenai masalah-masalah makro strategi guna mencapai idaman nasional dalam situasi dan kondisi tertentu.
3. Tingkat penentu kebijakan khusus
Merupakan kebijakan terhadap suatu bidang utama pemerintah. Kebijakan ini adalah penjabaran kebijakan umum guna merumuskan strategi, administrasi, sistem dan prosedur dalam bidang tersebut. Wewenang kebijakan tingkat di atasnya.
4. Tingkat penentu kebijakan teknis
Kebijakan teknis meliputi kebijakan dalam satu sektor dari biang utama dalam bentuk prosedur serta teknik untuk mengimplementasikan rencana, program dan kegiatan.
5. Tingkat penentu kebijakan di daerah
Wewenang penentuan pelaksanaan kebijakan pemerintah pusat di daerah terletak pada Gubernur dalam kedudukannnya sabagai wakil pemerintah pusat di daerahnya masing-masing. Kepala daerah berwenang mengeluarkan kebijakan pemerintah daerah dengan persetujuan DPRD. Kebijakan tersebut berbentuk Peraturan Daerah (Perda) tinkat I atau II. Menurut kebijakan yang berlaku sekarang, jabatan Gubernur/Kepala Daerah tingkat I, Bupati/Kepala Daerah tingkat II atau Walikota/Kepala Daerah tingkat II.

VI.          Politik Pembangunan Nasional serta Manajemen Nasional .

Pembangunan nasional merupakan usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia secara berkelanjutan dengan memanfaatkan kemajuan iptek serta memperhatikan tantangan perkembangan global.
Manajemen nasional merupakan suatu sistem yang pembahasannya bersifat komprehensif, strategis dan integral. Orientasinya adalah pada penemuan dan pengenalan (identifikasi) faktor-faktor strateg is secara menyeluruh dan terpadu.
  
VII.          Otonomi Daerah, Implementasi POLSTRANAS, dan Keberhasilan POLSTRANAS.
  • Otonomi Daerah
Pelaksanaan otonomi daerah kini memasuki tahapan baru setelah direvisinya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah menjadi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah atau lazim disebut UU Otonomi Daerah (Otda). Perubahan yang dilakukan di UU No. 32 Tahun 2004 bisa dikatakan sangat mendasar dalam pelaksanaan pemerintahan daerah. Secara garis besar, perubahan yang paling tampak adalah terjadinya pergeseran-pergeseran kewenangan dari satu lembaga ke lembaga lain. Konsep otonomi luas, nyata, dan bertanggungjawab tetap dijadikan acuan dengan meletakkan pelaksanaan otonomi pada tingkat daerah yang paling dekat dengan masyarakat. Tujuan pemberian otonomi tetap seperti yang dirumuskan saat ini yaitu memberdayakan daerah, termasuk masyarakatnya, mendorong prakarsa dan peran serta masyarakat dalam proses pemerintahan dan pembangunan.
Pemerintah juga tidak lupa untuk lebih meningkatkan efisiensi, efektivitas dan akuntabilitas penyelenggaraan fungsi-fungsi seperti pelayanan, pengembangan dan perlindungan terhadap masyarakat dalam ikatan NKRI. Asas-asas penyelenggaraan pemerintahan seperti desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan, diselenggarakan secara proporsional sehingga saling menunjang.
Dalam UU No. 32 Tahun 2004, digunakan prinsip otonomi seluas-luasnya, di mana daerah diberi kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan kecuali urusan pemerintah pusat yakni :
a.      politik luar negeri,
b.      pertahanan dan keamanan,
c.      moneter/fiskal,
d.      peradilan (yustisi),
e.      agama.
  • Implementasi POLSTRANAS .
A.  Implementasi Polstranas di Bidang Hukum
B.  Implementasi Polstranas di Bidang Ekonomi
C.  Implementasi Polstranas di Bidang Politik
D.  Implementasi di Bidang Sosial dan Budaya
E.  Implementasi di Bidang Pertahanan dan Keamanan
  • Keberhasilan POLSTRANAS
Politik dan strategi nasional Indonesia akan berhasil dengan baik dan memiliki manfaat yang seluas-luasnya bagi peningkatan kesejahteraan dan kebahagiaan seluruh rakyat, jikalau para warga negara terutama para penyelenggara negara memiliki moralitas, semangat, serta sikap mental yang mencerminkan kebaikan yang mana nantinya menjadi panutan bagi warganya. Dengan demikian ketahanan nasional Indonesia akan terwujud dan akan menumbuhkan kesadaran rakyat untuk bela negara, serta kesadaran nasionalisme yang tinggi namun bermoral Ketuhanan Yang Maha Esa serta Kemanusiaan yang adil dan beradab.

VIII.          Masyarakat Madani .

Masyarakat madani, yang merupakan kata lain dari masyarakat sipil (civil society), kata ini sangat sering disebut sejak kekuatan otoriter orde baru tumbang selang satu tahun ini. Malah cenderung terjadi sakralisasi pada kata itu seolah implementasinya mampu memberi jalan keluar untuk masalah yang tengah dihadapi oleh bangsa kita. Kecenderungan sakralisasi berpotensi untuk menambah derajat kefrustasian yang lebih mendalam dalam masyarakat bila terjadi kesenjangan antara realisasi dengan harapan. Padahal kemungkinan untuk itu sangat terbuka, antara lain, kesalahan mengkonsepsi dan juga pada saat manarik parameter-parameter ketercapaian. 
Saat ini gejala itu sudah ada, sehingga kebutuhan membuat wacana ini lebih terbuka menjadi sangat penting dalam kerangka pendidikan politik bagi masyarakat luas. 
  • Contoh Permasalahan : Korupsi di Daerah
Fenomena yang sejak lama menjadi kekhawatiran banyak kalangan berkaitan dengan implementasi otonomi daerah adalah bergesernya praktik korupsi dari pusat ke daerah. Sinyalemen ini menjadi semakin beralasan ketika terbukti bahwa banyak pejabat publik yang masih mempunyai kebiasaan menghambur-hamburkan uang rakyat untuk piknik ke luar negeri dengan alasan studi banding. Juga, mulai terdengar bagaimana anggota legislatif mulai menggunakan kekuasaannya atas eksekutif untuk menyetujui anggaran rutin DPRD yang jauh lebih besar dari pada sebelumnya. Belum lama diberitakan di Kompas (4/9) bagaimana legislatif Kota Yogya membagi dana 700 juta untuk 40 anggotanya atau 17,5 juta per orang dengan alasan menutup biaya operasional dan kegiatan kesekretariatan. Mengapa harus ada bagi-bagi sisa anggaran? Tidakkah jelas aturannya bahwa sisa anggaran seharusnya tidak dihabiskan dengan acara bagi-bagi, melainkan harus disetorkan kembali ke Kas Daerah? Dipandang dari kacamata apapun perilaku pejabat publik yang cenderung menyukai menerima uang yang bukan haknya adalah tidak etis dan tidak bermoral, terlebih jika hal itu dilakukan dengan sangat terbuka.
Sumber praktik korupsi lain yang masih berlangsung terjadi pada proses pengadaan barang-barang dan jasa daerah (procurement). Seringkali terjadi harga sebuah item barang dianggarkan jauh lebih besar dari harga pasar. Kolusi antara bagian pengadaan dan rekanan sudah menjadi hal yang jamak. Pemberian fasilitas yang berlebihan kepada pejabat daerah juga merupakan bukti ketidakarifan pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerah. Hibah dari pihak ketiga kepada pejabat daerah sudah menjadi hal biasa yang tidak pernah diributkan dari dulu. Kalau dicermati dan dinalar, berapa kenaikan kekayaan pejabat daerah setelah mereka menjabat posisi tertentu? Seberapa drastis perubahan gaya hidup para pejabat publik itu?
Berikut ini beberapa modus korupsi di daerah: 
1 .Korupsi Pengadaan Barang
Modus :           a. Penggelembungan (mark up) nilai barang dan jasa dari harga pasar.
                         b. Koalisi dengan kontraktor dalam proses tender. 
2. Penghapusan barang inventaris dan aset negara (tanah)
Modus :           a. Memboyong inventaris kantor untuk kepentingan pribadi.
                         b. Menjual inventaris kantor untuk kepentingan pribadi. 
3. Pungli penerimaan pegawai, pembayaran gaji, kenaikan pangkat, pengurusan pensiun dan sebagainya.
Modus : Memungut biaya tambahan di luar ketentuan resmi. 
4. Pemotongan uang bantuan sosial dan subsidi (sekolah, rumah ibadah, panti asuhan dan jompo)
Modus :           a. Pemotongan dana bantuan sosial
                         b. Biasanya dilakukan secara bertingkat (setiap meja).
5. Bantuan fiktif
Modus : Membuat surat permohonan fiktif seolah-olah ada bantuan dari pemerintah ke pihak luar.
6. Penyelewengan dana proyek
Modus :           a. Mengambil dana proyek pemerintah di luar ketentuan resmi.
                         b. Memotong dana proyek tanpa sepengtahuan orang lain.
7. Proyek fiktif fisik
Modus : Dana dialokasikan dalam laporan resmi, tetapi secara fisik proyek itu
nihil.
8. Manipulasi hasil penerimaan penjualan, penerimaan pajak, retribusi dan iuran.
Modus :           a. Jumlah riil penerimaan penjualan, pajak tidak dilaporkan.
                         b. Penetapan target penerimaan
  • Analisis :
Dalam persoalan korupsi, keterlibatan masyarakat dalam pengawasan terhadap pemerintah daerah juga perlu diupayakan. Saya punya hipotesis bahwa pemerintah daerah atau pejabat publik lainnya, termasuk legislatif, pada dasarnya kurang bisa dipercaya, lebih-lebih untuk urusan yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan daerah. Tidak pernah sekalipun terdengar ada institusi pemerintahan, termasuk di daerah yang terbebas dari penyalahgunaan uang rakyat. Masyarakat harus turut aktif dalam menangkal perilaku korupsi di kalangan pejabat publik, yang jumlahnya hanya segelintir dibandingkan dengan jumlah rakyat pembayar pajak yang diwakilinya. Rakyat boleh menarik mandat jika wakil rakyat justru bertindak bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum dan mengkhianati nurani keadilan masyarakat. Begitu juga, akhirnya seorang kepala daerah atau pejabat publik lain bisa diminta turun jika dalam melaksanakan tugasnya terbukti melakukan pelanggaran serius, yaitu korupsi dan menerima suap atawa hibah dalam kaitan jabatan yang dipangkunya.
Pemeritah juga seharusnya merevisi UU yang dipandang dapat menimbulkan masalah baru di bawah ini penulis merangkum solusi untuk keluar dari masalah Otonomi Daerah tanpa harus mengembalikan kepada Sentralisasi. Jika pemerintah dan masyarakat bersinergi mengatasi masalah tersebut. Pasti kesejahteraan masyarakat segera terwujud.
  1. Membuat masterplan pembangunan nasional untuk membuat sinergi Pembangunan di daerah. Agar menjadi landasan pembangunan di daerah dan membuat pemerataan pembangunan antar daerah.
  2. Memperkuat peranan daerah untuk meningkatkan rasa nasionalisme dengan mengadakan kegiatan menanaman nasionalisme seperti kewajiban mengibarkan bendera merah putih.
  3. Melakukan pembatasan anggaran kampanye karena menurut penelitian korupsi yang dilakukan kepala daerah akibat pemilihan umum berbiaya tinggi membuat kepala daerah melakukan korupsi.
  4. Melakukan pengawasan Perda agar sinergi dan tidak menyimpang dengan peraturan diatasnya yang lebih tinggi.
  5. Melarang anggota keluarga kepala daerah untuk maju dalam pemilihan daerah untuk mencegah pembentukan dinasti politik.
  6. Meningkatkan kontrol terhadap pembangunan di daerah dengan memilih mendagri yang berkapabilitas untuk mengawasi pembangunan di daerah.
  7. Melaksanakan Good Governence dengan memangkas birokrasi (reformasi birokrasi), mengadakan pelayanan satu pintu untuk masyarakat. Melakukan efisiensi anggaran.
  8. Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dari sektor SDA dan Pajak serta mencari dari sektor lain seperti jasa dan pariwisata digunakan untuk kesejahteraan masyarakat.
Sumber :  
-Pendidikan Kewarganegaraan , Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 2005.
-Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan, panduan kuliah di perguruan tinggi, Edisi Kedua.
-Pendidikan Kewarganegaraan dalam Perspektif Internasional, Konteks Teori dan Profil Pembelajaran.
-Membangun Karakter dan Kperibadian melalui Pendidikan Kewarganegaraan.
-Pendidikan Kewarganegaraan Berbasis Nilai, penerbit Ghalia Indonesia, Juli 2010.
-e-book Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Gunadarma.